Kemayoran riwayatmu kini...

  Masih ada sisa-sisa sebuah lapangan terbang di Kemayoran. Dua landasan pacu dan bekas menara pengendali lalu lintas udara masih kokoh walau perlu perbaikan. Kerangka dua pesawat kecil Piper teronggok di dekat bekas tower itu. Tak jauh dari sana, bersebelahan dengan pusat onderdil Jakarta, dua pesawat kargo DC-6 milik Bayu Air terparkir tak bertuan. Padahal dulu, berbagai jenis pesawat pernah menghiasi bandara tersibuk di Indonesia pada zamannya itu. Karenanya, sudah selayaknya kalau di sana dibangun museum Kemayoran Tempo Doeloe. Karena hanya itulah yang bisa dilestarikan di kawasan Kota Baru Bandar Kemayoran, di antara menara-menara pencakar langit sebagai pusat perdagangan internasional yang jadi prioritas...........


Rongsokan pesawat

   Mendengar Kemayoran, masyarakat Jakarta masih terkenang akan sebuah lapangan terbang yang sibuk. Pesawat-pesawat berlogo 'Garuda Indonesian Airways' dengan garis berwarna oranye terbang-mendarat dan lalu-lalang di sana. Ditambah pesawat-pesawat asing, seperti KLM (Belanda), JAL (Jepang) Thai (Thailand) dan PAL (Filipina), juga 'burung-burung besi' kecil milik aeroclub, Bea Cukai dan Deraya atau pesawat kargo Bayu Air.

   Suara deru mesin pesawat yang terdengar sejak pukul 03.00 dini hari sampai tengah malam dan ramainya pengguna jasa lapangan terbang atau kini disebut bandar udara (bandara) masih membekas di hati penduduk sekitar. "Sampai beberapa tahun setelah Kemayoran ditutup, saya merasa kehilangan. Saya masih terbangun dini hari, tapi bukan lagi oleh deru engine pesawat," kenang Yoewono Sastrosoedarmo, pensiunan karyawan PT Angkasa Pura (AP) I yang tinggal di komplek sekitar Bandara Kemayoran.
"Rutinitas kesibukan pun hilang. Kebiasaan yang kita rasakan tentu saja hilang, hingga ada rasa sepi dan lengang, di sini," tambah Yoewono sambil menunjuk hatinya, dengan wajah sedih. Tentu saja ia merasa kehilangan, karena sejak tahun 1964 sudah mengenal Kemayoran. Bahkan tahun 1968, ia menjadi karyawan Angkasa Pura, sebagai pengelola Bandara Kemayoran dan berkantor di sana, sampai pensiun setahun lalu. Kenangannya pada kesibukan bandara masih terpatri dalam benaknya

   Yang jadi kenangan memang bukan cuma bandara. Warga Jakarta punya musik terkenal, Keroncong Kemayoran. Juga tak akan lupa cerita legendaris tentang Si Pitung Macan Kemayoran, jagoan Betawi yang ditakuti Kompeni. Ceritanya pernah difilmkan, walau pemerannya bukan tokoh dan artis serba bisa Benyamin Sueb kini sudah almarhum yang warga asli Kemayoran. Tapi Benyamin atau 'Bang Ben' adalah idola masyarakat Betawi, khususnya. Hingga untuk mengenangnya, Pemerintah DKI Jakarta memberi nama jalan utama (bekas landasan pacu utara-selatan) dengan nama 'Benyamin Sueb'.

   Pendeknya, nama Kemayoran sudah dikenal dengan berbagai romantikanya. Karena itulah, keberadaan cerita legenda, masyarakat, material serta flora dan fauna, bahkan jalan-jalan kecil pun di Kemayoran diimpikan untuk tetap dilestarikan. Bahkan konsep pembangunan yang dicanangkan sebagai Kota Baru Bandar Kemayoran setelah bandara ditutup, punya filosofi: Membangun Tanpa Menggusur.

  Tapi rupanya filosofi itu tidaklah mudah dilaksanakan. Warga 'asli' yang awalnya lebih dari 5.000 jiwa di areal Kemayoran itu, misalnya, kini tinggal 1.700. Sedianya mereka akan ditempatkan di rumah susun dengan harga murah. Hingga warga asli pun dapat membayarnya dari hasil ganti rugi tanah yang diambil untuk ditata. Tapi rupanya konsep saja tidak cukup. Warga asli malah banyak menyingkir ke tempat lain.
Penduduk memang makin banyak. Tapi pendatang lah yang sebagian besar menempati rumah susun yang dibangun di areal bekas apron bandara Kemayoran itu. Apalagi nanti,bila apartemen dan kondominium mewah sudah berdiri menjulang. Bukan mustahil, warga 'internasional' yang menempatinya. Warga asli sendiri, jelas tersingkirkan.

  Kemayoran memang direncanakan agar penuh dinamika. Saat ramainya sebuah bandara pun, dinamika itu sudah terlihat jelas. Siapa pun, penduduk mana pun di berbagai belahan dunia, pernah singgah di sana. 'Burung-burung besi' yang menerbangkan mereka, hingga burung-burung penghuni 'asli' menyingkir pula ke habitat lain yang masih menawarkan ketenangan. Ada memang sebuah 'hutan' yang terletak di bagian utara kawasan Kemayoran. Di areal tersebut terdapat waduk pengendali banjir seluas sekitar 15 hektare.
Tapi tumbuhan perdu dan pohon-pohon di sana, sebagian rata dengan tanah karena akan dibangun lapangan golf. Burung-burung yang ada pun terpaksa mengungsi ke Pulau Rambut. "Tapi itu sementara, saat pembangunan berlangsung. Menurut ahlinya, burung-burung itu akan kembali kelak," kata Ir. Abdul Muis, MHA,MM, Ketua DP3KK (Direksi Pelaksana Pengendalian Pembangunan Komplek Kemayoran) yang didampingi Direktur Pembangunan DP3KK, Ir. Dadang Danamihardja. Kapan mereka akan kembali, bila pembangunan tak kunjung selesai? Hanya waktu yang akan bicara. Apalagi bila populasi burung-burung itu semakin lama semakin berkurang.

  Tahun '60-an, saat Bandara Kemayoran dikelola perusahaan negara Angkasa Pura, lingkungan memang diperhatikan. Areal kosong di sekitar bandara ditanami kangkung dan tanaman sejenis yang tidak merambat dan tinggi untuk keselamatan penerbangan. Penduduk sekitar pun dapat memanfaatkannya. Jadi, sangatlah ironis bila lingkungan tidak terperhatikan. walau dalam konsep pembangunannya sekarang begitu ideal, perlu ada tekanan bahwa lingkungan hijau dan nyaman masih perlu digalakkan.


Bekas tower dilestarikan

  Masyarakat akan tetap mengingat Kemayoran sebagai bandara. Banyak orang akan mengenang Indonesia Air Show (IAS) '86 airshow pertama di Indonesia pernah diadakan tahun 1940 yang diselenggarakan di Kemayoran, walau waktu itu bandara sudah ditutup. Kemayoran lah bandara paling sibuk di zamannya, yang hanya tertandingi Bandara Sepinggan di Balikpapan yang saat itu memang begitu penuh kegiatan penambangan minyak bumi dan perkayuan. Awal tahun '80-an, Kemayoran sudah menampung hampir 4 juta penumpang dan lebih 100.000 penerbangan setahun.

  Landasan Kemayoran mulai dibangun tahun 1934 oleh pemerintah kolonial Belanda. Sementara, Kemayoran yang pertama sebagai lapangan terbang internasional di Indonesia, diresmikan tanggal 8 Juli 1940, dan dikelola Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappy (KNILM). Dua hari sebelum peresmian, pesawat pertama yang tercatat mendarat di sana adalah DC-3 milik KNILM, diterbangkan dari lapangan udara Tjililitan (sekarang Halim Perdanakusuma). Pesawat sejenis, yakni DC-3 berregistrasi PK-AJW juga yang pertama bertolak dari Kemayoran menuju Australia, sehari kemudian.
Pada hari peresmiannya, KNILM menggelar beberapa pesawat miliknya. Di apron terdapat pesawat DC-2 Uiver, DC-3 Dakota, Fokker F-VIIb 3m, Grumman G-21 Goose, de Havilland DH-89 Dragon Rapid dan Lockheed L-14 Super Electra. Sekitar dua bulan kemudian, KNILM mendatangkan pesawat baru, seperti Douglas DC-5 dan Sikorsky S-43 Baby Clipper.

  Di Kemayoran pula diselenggarakan airshow pertama, bertepatan dengan hari ulang tahun Raja Belanda, 31 Agustus 1940. Selain digelar pesawat-pesawat milik KNILM, pesawat-pesawat pribadi yang bernaung dalam Aeroclub di Batavia meramaikannya. Ada Buckmeister Bu-131 Jungmann, de Haviland DH-82 Tigermoth, Piper Cub dan pesawat Walraven W-2 yang pernah melakukan penerbangan Batavia-Amsterdam 27 September 1935.
Saat itu, perang di Asia Pasifik mulai berkecamuk. Kemayoran kembali digunakan untuk penerbangan pesawat-pesawat militer seperti saat pertama kali dioperasikan Belanda, walau penerbangan sipil tetap berlangsung. Pesawat-pesawat militer yang sempat singgah antara lain Glenn Martin B-10, B12, Koolhoven FK-51, Brewster F-2 Buffalo, Lockheed L-18 Lodestar, Curtless P-36 Hawk, Fokker CX dan Boeing B-17 Flying Fortress.

  Peperangan berkecamuk. Kemayoran tak luput dari serangan pesawat-pesawat terbang Jepang. Tanggal 9 Februari 1942, dua DC-5, dua Brewster dan sebuah F-VII terkena serangan Jepang. Hingga beberapa pesawat KNILM terpaksa diungsikan ke Australia.
Saat Jepang berkuasa (1942-1945), pesawat-pesawat buatan Jepang mengisi Kemayoran. Yang pertama mendarat adalah sebuah pesawat tempur Mitsubishi A6M2 Zeke atau lebih dikenal dengan nama Navy-0 atau Zero. Selain itu, pesawat Nakajima L2D yang mirip DC-3, Nakajima K-43 Hayabusa, Tachikawa K-9 (Churen) dan Takichawa K-36 (Chukiu) pernah mendarat di sana.
  Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, pesawat-pesawat Sekutu juga datang ke Kemayoran, seperti Supermarine Spitfire, B-25 Mitchell dan P-51 Mustang. Selain itu berdatangan pula pesawat-pesawat lama buatan AS dan Eropa dengan versi baru. Ada DC-4/C-54 Skymaster, DC-6, Boeing 377 Stratocruiser, Lockheed Constelation dan banyak lagi. Setelah perang usai, industri pesawat terbang memang giat berproduksi.

Berbagai jenis pesawat

   Pada masa-masa perjuangan Kemerdekaan, berdirilah Garuda Indonesian Airways, perusahaan penerbangan milik bangsa Indonesia. Dengan adanya Garuda, pesawat-pesawat modern masa itu pun hadir di Kemayoran, seperti Convair Metropolitan dan de Havilland DH-114 Heron. Disusul DC-6B, Lockheed Super Constelation dan Boeing 377 Stratocruiser yang dioperasikan untuk penerbangan jarak jauh, serta Convair 240, 340 dan 440 untuk jarak dekat dan sedang.
Era penerbangan sipil modern dimulai dengan ditandai beroperasinya pesawat-pesawat bermesin jet. Tahun '50-an merupakan masa puncak pesawat baling-baling bermesin torak, dan era jet mulai berkembang. Pada masa itu, pesawat-pesawat turboprop berdatangan ke Kemayoran, antara lain Saab 91 Safir, Grumman Albatross, Ilyushin Il-14, Cessna, juga pesawat-pesawat buatan Nurtanio, seperti NU-200 Sikumbang,

Belalang dan Kunang.

   Tahun '60-an, berbagai jenis pesawat singgah di Kemayoran. Garuda pun menambah jajaran armadanya dengan Lockheed L-188 Electra, Convair 990A Coronado, DC-9 dan Fokker F-28 Fellowship. Era ini juga datang pesawat yang dilengkapi dengan peralatan dapur udara, untuk menambah pelayanan penerbangan.
Bukan cuma sipil, AURI (kini TNI AU) juga memanfaatkan Kemayoran. Akhir tahun 50-an sampai awal '60-an berdatangan pesawat MiG-17, MiG-15 UTI dan MiG-19. Pesawat tempur itu, 49 MiG-17 dan 30 MiG-15 UTI di Skadron 11, dan 10 MiG-19 di Skadron 12 menempati areal Kemayoran. Pesawat pembom Ilyushin Il-28 yang ada di Skadron 21 dan 22 juga meramaikan Kemayoran. Bahkan sebelum ke Lanud Iswahyudi, Madiun, pesawat TU-16 dan TU-16 KS sempat beberapa bulan bernaung di Kemayoran.

  Pada tahun '70-an, era pesawat jet berbadan lebar berteknologi canggih muncul, yakni B747, L-1011, DC-10 dan Airbus. Kemayoran hanya sempat disinggahi dua jenis pesawat yang terakhir itu. Pada 29 Oktober 1973, pesawat DC-10 milik KLM yang disewa Garuda tiba untuk angkutan jemaah haji. Jenis inilah pesawat terbesar dan terberat yang pernah singgah di Kemayoran. Sedangkan pesawat Airbus A300-B4 Garuda pertama digunakan untuk penerbangan Jakarta-Medan, tanggal 22 Januari 1982.
Kemayoran tahun 70-an memang sibuk. Hingga pemerintah membuka Halim Perdanakusuma, sebagai bandara internasional, 10 Januari 1974. Sebagian penerbangan dari Kemayoran berpindah. Tapi penerbangan domestik seluruhnya masih menjadi beban Kemayoran.

  Beberapa pesawat, pernah pula mengalami nahas di Kemayoran. Sebuah Beechcraft pernah mengalami musibah saat mendarat. Pesawat lain, Convair 340 yang mendarat tanpa roda, DC-9 yang patah badaan di landasan, dan DC-3 yang terbakar. Yang paling dahsyat, kecelakaan Fokker F-27 yang menyebabkan seluruh awaknya meninggal. Saat itu F-27 sedang melakukan latihan terbang dengan satu mesin. Setelah tinggal landas, pesawat tiba-tiba membelok, kemudian menukik hingga menghantam kawasan bandara dan pesawat hancur terbakar.

  Peristiwa datang silih berganti. Pesawat datang dan pergi, ada kecelakaan dan kejadian-kejadian yang menimbulkan kerusakan. Lebih dari 45 tahun beroperasi, Kemayoran mengikuti perkembangan pesawat angkutan sipil dunia. Tak terkecuali, pesawat militer pun pernah menjejaknya. Bahkan kini, dua landasan pacu landasan utara-selatan (17-35) 2.475 X 45 meter dan landasan barat-timur (06-26) 1.850 X 30 meter masih dipertahankan.
Landasan utara-selatan disiapkan untuk keadaan darurat bagi pesawat-pesawat militer. "Landasannya masih kuat untuk didarati pesawat-pesawat tempur, maka mediannya tidak boleh permanen," kata Abdul Muis. Di tengah jalur jalan itu pembatasnya cuma berupa pot-pot bunga yang bisa dipindahkan bila diperlukan.


sumber


1 comment:

Anonymous said...

Fatimah malik ar'asy. . . . . .sy butuh bantuan pencarian bukti2/arsip2 apapun yg ada sangkut pautnya dgn http://www.abdulmalikarasy.wordpress.com sy sangat butuh pertolongan.untuk kemenangan fatimah.no hp sy ada di web itu.trims